Memutuskan Hubungan Dengan Saudara Lebih dari Tiga Hari
Diantara langkah setan dalam menggoda dan menjerumuskan manusia adalah dengan memutuskan tali hubungan antara sesama umat Islam. Ironinya, banyak umat Islam yang terpedaya mengikuti langkah setan itu. Mereka saling menghindar dan enggan menyapa sudaranya tanpa sebab yang dibenarkan oleh syariat Islam, misalnya karena perbedaan pendapat atau karena harta.
Terkadang, putusnya hubungan tersebut berlangsung lama, bahkan sampai lebih dari satu tahun. Bahkan juga ada yang bersumpah tidak akan mengajak bicara selama-lamanya, atau bernadzar untuk tidak menginjak rumahnya. Jika secara tidak sengaja berpapasan di jalan, segera membuang muka. Jika bertemu dalam satu majlis, ia akan melewati saudaranya untuk bersalaman.
Inilah salah satu sebab kelemahan dalam masyarakat Islam. Karena itu, Islam dengan tegas mengatur masalah ini dan mengancam dengan hukuman yang keras, dalam hadits
"Tidak halal seorang muslim memutuskan hubungan dengan saudaranya (sesama muslim) lebih dari tiga hari, barangsiapa yang memutuskan lebih dari tiga hari dan meninggal, maka ia masuk neraka" (HP Abu Dawud, 5/215, Shahihul Jami' : 7635)
Allah juga menolak memberi ampunan pada mereka yang sedang bermusuhan. Dalam sebuah Hadits yang diriwayatakan oleh Abu Hurairah RA, Rosulullah SAW bersabda,
"Semua amal manusia diperlihatkan (pada Allah) dua kali dalam setiap Jum'at (maksudnya dalam satu pekan, pen) yaitu pada hari Senin dan hari Kamis. Maka setiap hamba yang beriman diampuni (dosanya) kecuali hamba yang diantara dirinya dengan saudaranya ada permusuhan. Difirmankan kepada malaikat 'Tinggalkanlah atau tangguhkanlah (ampunan untuk) dua orang ini sehingga keduanya kembali berdamai'" (HR Muslim : 4/1988)
Jika salah satu dari keduanya telah bertaubat, ia harus bersilaturahim pada saudaranya dan memberinya salam. Jika ia telah melakukannya, tetapi saudaranya menolak, maka ia telah lepas dari tanggungan dosa. Sedangkan saudaranya yang menolak berdamai, tetap mendapat dosa.
Ada alasan yang dibenarkan untuk tidak saling menyapa. Contohnya adalah pada orang terus menerus meninggalkan sholat, atau tidak berhenti berbuat maksiat. Apabila pemutusan hubungan berguna untuk membuatnya merasa bersalah dan kembali bertaubat, maka keadaan semacam itu menjadi wajib. Tetapi bila ternyata pemutusan hubungan tidak mendapatkan hasil dan justru lebih membangkang dan menambah dosa, maka tidak boleh memutuskan hubungan dengannya. Sebab perbuatan itu tidak mendatangkan kebaikan dan menimbulkan keburukan. Dalam keadaan ini, sikap yang benar adalah terus menerus berbuat baik kepadanya, berusaha menasehati dan mengingatkan.
Contoh :
Nabi pernah melakukan pemutusan hubungan dengan Ka'ab bin Malik dan dua orang temannya, karena beliau melihat ada manfaat yang akan timbul pada mereka. Sebaliknya Nabi tidak melakukan pemutusan hubungan dengan Abdullah bin Ubay bin Salul dan orang-orang munafik lainnya karena memutuskan hubungan dengan mereka tidak mendatangkan kebaikan.(Bin Baz)
Semoga bermanfaat
Dosa-Dosa yang Dianggap Biasa
Muhammad Salih Al Munajjid, Darul Wathon, Riyadh, 1994
0 comments:
Post a Comment