Malas, merupakan salah satu penyebab
negara Indonesia ini tertinggal dengan negara lain khususnya hubungannya dengan
Sumber Daya Manusia (SDM). Sebagai contoh janganlah jauh-jauh dahulu ke Eropa,
tapi yang dekat terlebih dahulu seperti Malaysia ataupun Singapura yang secara
geografis luas negaranya maupun kekayaan alamnya jauh berbeda dengan Indonesia
namun jauh berbeda pula dalam hal "manusianya", padahal dulu pelajar
maupun guru-guru dari Malaysia datang ke Indonesia ini untuk belajar
memperdalam ilmunya.
Para jagoan wanita di zaman Rasulullah SAW
Muslimah & Mujahidah Jika kita membaca sejarah para sahabat perempuan di
zaman Rasulullah Shallallahu alaihi Wassalam, kita akan banyak menemukan
kekaguman-kekaguman yang luar biasa. Mereka bukan hanya berilmu, berakhlaq,
pandai membaca Al Qur’an, tapi juga jago pedang, berkuda dan memanah, dan tidak
sedikit yang juga menjadi “dokter” yang pintar mengobati para sahabat yang
terluka di medan perang. Bahkan, ada di antara mereka yang terpotong tangannya
karena melindungi Rasulullah! Subhanallah... Simak kisah mereka..
Rasulullah Shallallahu alaihi Wassalam
yang mulia berdiri di puncak bukit Uhud dan memandang musuh yang merangsek maju
mengarah pada dirinya. Beliau memandang ke sebelah kanan dan tampak olehnya
seorang perempuan mengayun-ayunkan pedangnya dengan gagah perkasa melindungi
dirinya. Beliau memandang ke kiri dan sekali lagi beliau melihat wanita
tersebut melakukan hal yang sama – menghadang bahaya demi melindungi sang
pemimpin orang-orang beriman.
Kata Rasulullah Shallallahu alaihi
Wassalam kemudian, “Tidaklah aku melihat ke kanan dan ke kiri pada pertempuran
Uhud kecuali aku melihat Nusaibah binti Ka’ab berperang membelaku.”
Memang Nusaibah binti Ka’ab Ansyariyah
demikian cinta dan setianya kepada Rasulullah sehingga begitu melihat
junjungannya itu terancam bahaya, dia maju mengibas-ngibaskan pedangnya dengan
perkasa sehingga dikenal dengan sebutan Ummu Umarah, adalah pahlawan wanita
Islam yang mempertaruhkan jiwa dan raga demi Islam termasuk ikut dalam perang
Yamamah di bawah pimpinan Panglima Khalid bin Walid sampai terpotong tangannya.
Ummu Umarah juga bersama Rasulullah Shallallahu alaihi Wassalam dalam
menunaikan Baitur Ridhwan, yaitu suatu janji setia untuk sanggup mati syahid di
jalan Allah.
Nusaibah adalah satu dari dua perempuan
yang bergabung dengan 70 orang lelaki Ansar yang berbaiat kepada Rasulullah
Shallallahu alaihi Wassalam. Dalam baiat Aqabah yang kedua itu ia ditemani
suaminya Zaid bin Ahsim dan dua orang puteranya: Hubaib dan Abdullah. Wanita
yang seorang lagi adalah saudara Nusaibah sendiri. Pada saat baiat itu
Rasulullah menasihati mereka, “Jangan mengalirkan darah denga sia-sia.”
Dalam perang Uhud, Nusaibah membawa
tempat air dan mengikuti suami serta kedua orang anaknya ke medan perang. Pada
saat itu Nusaibah menyaksikan betapa pasukan Muslimin mulai kocar-kacir dan
musuh merangsek maju sementara Rasulullah Shallallahu alaihi Wassalam berdiri
tanpa perisai. Seorang Muslim berlari mundur sambil membawa perisainya, maka
Rasulullah Shallallahu alaihi Wassalam berseru kepadanya, “berikan perisaimu
kepada yang berperang.” Lelaki itu melemparkan perisainya yang lalu dipungut
oleh Nusaibah untuk melindungi Nabi.
Ummu Umarah sendiri menuturkan
pengalamannya pada Perang Uhud, sebagaimana berikut: “…saya pergi ke Uhud dan
melihat apa yang dilakukan orang. Pada waktu itu saya membawa tempat air.
Kemudian saya sampai kepada Rasulullah Shallallahu alaihi Wassalam yang berada
di tengah-tengah para sahabat. Ketika kaum muslimin mengalami kekalahan, saya
melindungi Rasulullah Shallallahu alaihi Wassalam, kemudian ikut serta di dalam
medan pertempuran. Saya berusaha melindungi Rasulullah Shallallahu alaihi
Wassalam dengan pedang, saya juga menggunakan panah sehingga akhirnya saya
terluka.”
Ketika ditanya tentang 12 luka
ditubuhnya, Nusaibah menjawab, “Ibnu Qumaiah datang ingin menyerang Rasulullah
ketika para sahabat sedang meninggalkan baginda. Lalu (Ibnu Qumaiah) berkata,
‘mana Muhammad? Aku tidak akan selamat selagi dia masih hidup.’ Lalu Mushab bin
Umair dengan beberapa orang sahabat termasuk saya menghadapinya. Kemudian Ibny
Qumaiah memukulku.”
Rasulullah juga melihat luka di belakang
telinga Nusaibah, lalu berseru kepada anaknya, “Ibumu, ibumu…balutlah lukanya!
Ya Allah, jadikanlah mereka sahabatku di surge!” Mendengar itu, Nusaibah
berkata kepada anaknya, “Aku tidak perduli lagi apa yang menimpaku di dunia
ini.”
Subhanallah, sungguh setianya beliau
kepada baginda Rasulullah Shallallahu alaihi Wassalam.
Khaulah binti Azur (Ksatria Berkuda Hitam)
Siapa Ksatria Berkuda Hitam ini? Itulah
Khaulah binti Azur. Dia seorang muslimah yang kuat jiwa dan raga. Sosok
tubuhnya tinggi langsing dan tegap. Sejak kecil Khaulah suka dan pandai bermain
pedang dan tombak, dan terus berlatih sampai tiba waktunya menggunakan
keterampilannya itu untuk membela Islam bersama para mujahidah lainnya.
Diriwayatkan betapa dalam salah satu
peperangan melawan pasukan kafir Romawi di bawah kepemimpinan Panglima Khalid
bin Walid, tiba-tiba saja muncul seorang penunggang kuda berbalut pakaian serba
hitam yang dengan tangkas memacu kudanya ke tengah-tengah medan pertempuran.
Seperti singa lapar yang siap menerkam, sosok berkuda itu mengibas-ngibaskan
pedangnya dan dalam waktu singkat menumbangkan tiga orang musuh.
Panglima Khalid bin Walid serta seluruh
pasukannya tercengang melihat ketangkasan sosok berbaju hitam itu. Mereka
bertanya-tanya siapakah pejuang tersebut yang tertutup rapat seluruh tubuhnya
dan hanya terlihat kedua matanya saja itu. Semangat jihad pasukan Muslimin pun
terbakar kembali begitu mengetahui bahwa the Black Rider, di penunggang kuda
berbaju hitam itu adalah seorang wanita!
Keberanian Khaulah teruji ketika dia dan
beberapa mujahidah tertawan musuh dalam peperangan Sahura. Mereka dikurung dan
dikawal ketat selama beberapa hari. Walaupun agak mustahil untuk melepaskan
diri, namun Khaulah tidak mau menyerah dan terus menyemangati
sahabat-sahabatnya. Katanya, “Kalian yang berjuang di jalan Allah, apakah
kalian mau menjadi tukang pijit orang-orang Romawi? Mau menjadi budak
orang-orang kafir? Dimana harga diri kalian sebagai pejuang yang ingin
mendapatkan surga Allah? Dimana kehormatan kalian sebagai Muslimah? Lebih baik
kita mati daripada menjadi budak orang-orang Romawi!”
Demikianlah Khaulah terus membakar
semangat para Muslimah sampai mereka pun bulat tekad melawan tentara musuh yang
mengawal mereka. Rela mereka mati syahid jika gagal melarikan diri. “Janganlah
saudari sekali-kali gentar dan takut. Patahkan tombak mereka, hancurkan pedang
mereka, perbanyak takbir serta kuatkan hati. Insya Allah pertolongan Allah sudah
dekat.
Dikisahkan bahwa akhirnya, karena
keyakinan mereka, Khaulah dan kawan-kawannya berhasil melarikan diri dari
kurungan musuh! Subhanallah…
Nailah si Cantik yang Pemberani
Nailah binti al-Farafishah adalah istri
Khalifah Ustman bin Affan. Dia terkenal cantik dan pandai. Bahkan suaminya
sendiri memujinya begini: “Saya tidak menemui seorang wanita yang lebih
sempurna akalnya dari dirinya. Saya tidak segan apabila ia mengalahkan akalku.”
Subhanallah!
Mereka menikah di Madinah al-Munawwarah
dan sejak itu Ustman kagum pada tutur kata dan keahlian Nailah di bidang
sastra. Karena cintanya, Ustman paling senang memberikan hadiah untuk istrinya
itu. Mereka punya satu orang anak perempuan, Maryan binti Ustman.
Ketika terjadi fitnah yang memecah belah
umat Islam pada tahun 35 Hijriyah, Nailah ikut mengangkat pedang untuk membela
suaminya. Seorang musuh menerobos masuk dan menyerang dengan pedang pada saat
Ustman sedang memegang mushaf atau Al Qur’an. Tetesan darahnya jatuh pada ayat
137 surah Al Baqarah yang berbunyi, “Maka Allah akan memelihara engkau dari
mereka.”
Seseorang pemberontak lain masuk dengan
pedang terhunus. Nailah berhasil merebut pedang itu namun si musuh kembali
merampas senjata itu, dan menyebabkan jari-jari Nailah terputus Ustman syahid
karena sabetan pedang pemberontak. Air mata Nailah tumpah ruah saat memangku
jenazah sang suami. Ketika kemudian ada musuh yang dengan penuh kebencian
menampari wajah Ustman yang sudah wafat itu, Nailah lalu berdoa, “Semoga Allah
menjadikan tanganmu kering, membutakan matamu dan tidak ada ampunan atas
dosa-dosamu!”
Dikisahkan dalam sejarah bahwa si
penampar itu keluar dari rumah Ustman dalam keadaan tangannya menjadi kering
dan matanya buta!
Sesudah Ustman wafat, Nailah berkabung
selama 4 bulan 10 hari. Ia tak berdandan dan berhias dan tidak meninggalkan
rumah Ustman ke rumah ayahnya.
Nailah memandang kesetiaan terhadap
suaminya sepeninggalnya lebih berpengaruh dan lebih besar dari apa yang
dilihatnya terhadap ayahnya, saudara perempuannya, ibunya dan juga kerabatnya.
Ia selalu mendahulukan keutamaannya, mengingat kebaikannya di setiap tempat dan
kesempatan. Ketika Ustman terbunuh, ia mengatakan, “Sungguh kalian telah
membunuhnya padahal ia telah menghidupkan malam dengan Al Qur’an dalam
rangkaian rakaat.”
Subhanallah yah, ternyata umat muslim
juga memiliki jagoan wanita yang memang nyata adanya, semoga kita, para
muslimah dapat mengambil teladan dari mereka, aamiin.
Sumber: • Al-Ekhlaas Islamic Page
Pejuang Wanita Masa Rasulullah SAW
Jauh sebelum kelahiran dan kehadiran pejuang-pejuang wanita dalam sejarah bangsa Indonesia, telah muncul dan lahir sejumlah pejuang wanita tangguh yang membela Islam pada masa Rasulullah dulu. Sebut saja istri pertama Nabi Muhammad saw, Khadijah. Dia termasuk pejuang wanita yang paling dikenang dalam sejarah agama Islam. Tidak hanya berkorban harta benda, Khadijah termasuk wanita pertama yang masuk Islam dan membela agama Allah ini dengan segenap jiwa raganya. Tak heran jika ia dijuluki “Khadijah al-Kubra”, yang agung. Bahkan Rasulullah pun sangat kehilangan ketika istrinya itu meninggal dunia, hingga tahun wafatnya disebut dengan amul huzni alias tahun duka cita.
Selain Khadijah, muncul pula Aisyah ra,
yang juga termasuk istri Rasulullah. Putri sahabat Nabi, Abu Bakar as-Shiddiq
ini memiliki peran yang sangat penting sepanjang sejarah perjuangan dakwah
Islam. Aisyah termasuk perawi hadits terbanyak dan tempat belajarnya para
sahabat. Bahkan, ada ulama yang mengatakan, seandainya ilmu seluruh wanita
dikumpulkan dibanding ilmu Aisyah, maka ilmu Aisyah akan lebih banyak. Ia pun
dijuluki ummul mukminin atau ibunya kaum
beriman.
Demikian pula dengan kaum wanita atau
mujahidah-mujahidah yang lain pada masa Rasulullah. Mereka tidak ketinggalan
dalam berlomba meraih kebaikan dan jihad, meskipun sibuk sebagai ibu rumah
tangga. Mereka ikut belajar dan bertanya kepada Rasulullah saw. Bahkan para
wanita ini juga turut berjuang di medan perang. Sebut saja, Nasibah binti Kaab
atau yang dikenal dengan sebutan Ummu Imarah. Dia adalah mujahidah pembawa air
dalam Perang Uhud. Istilah kerennya, dapatlah dikatakan kalau Ummu Imarah ini
adalah pejuang di bagian logistik.
Bahkan di tengah berkecamuknya Perang
Uhud, Ummu Imarah tidak hanya bertugas membagi air, dia turut pula mengangkat
pedang dan busur panah guna menghalau kaum kafir yang ingin mendekati dan
membunuh Rasulullah. Bersama Mush’ab bin Umair, Ummu Imarah berhasil melindungi
Rasulullah dari sabetan pedang tentara Quraiys bernama Ibnu Qamiah, padahal
saat itu dia dalam kondisi luka parah. “Setiap kali aku melihat kanan-kiriku,
kudapati Ummu Imarah membentengiku pada Perang Uhud,” kenang Rasulullah saw.
Begitulah ketangguhan Ummu Imarah.
Asma binti Abu Bakar juga termasuk
“Kartini” pada masa Rasulullah. Adik dari Ummul Mukmini Aisyah ini termasuk
sahabat wanita yang terkemuka dan masuk Islam sejak dini. Yang paling dikenal
sejarah dalam perjuangan Asma adalah dalam peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad.
Dengan menahan berbagai penderitaan dan penuh kesabaran dia membawa bekal bagi
Rasulullah dan Abu Bakar as-Shiddiq, ayahnya. Dia dijuluki dzaatin nithaqain (wanita yang memiliki dua sabuk) karena memotong ikat
pinggangnya menjadi dua bagian; satu bagian untuk tempat rangsum makanan dan
satunya lagi untuk tempat minuman.
Ada pula Asma Binti Yazid al-Anshariah,
salah seorang orator wanita terkemuka yang terkenal berani dan selalu tampil ke
depan. Dia adalah seorang ahli hadits yang sempat mengikuti Perang Yarmuk.
Dalam perang tersebut ia bertugas di bagian logistik dan medis, menyuplai
minuman kepada para pejuang dan mengobati yang terluka. Suatu ketika, di saat
peperangan sedang berkecamuk, dia mengambil tiang kemahnya dan maju ke medan
pertempuran dan berhasil membunuh sembilan prajurit Romawi.
Ada lagi wanita pejuang yang gagah
berani bernama Khansa binti Amru. Pada mulanya dia adalah penyair yang
terkenal. Datang menjumpai Rasulullah saw mewakili kaumnya, kemudian masuk
Islam dan melantunkan syair yang membuat Rasulullah kagum. Pada Perang Qadisiyah,
Khansa bini Amru mati syahid. Sebelumnya, sang suami dan empat orang anaknya
telah syahid lebih dahulu pada pertempuran itu.
Kenalkan pula wanita yang satu ini.
Namanya, Lubabah Kubra (Lubabah binti Harits al-Hilali), istri Abbas bin Abdul
Muthalib. Ia termasuk wanita terhormat yang melahirkan banyak tokoh. Lubabah
adalah wanita kedua yang masuk Islam di Makkah setelah Khadijah.
Kemudian, wanita bernama Rufaidah
al-Anshariah. Dia termasuk perawat wanita pertama dalam sejarah Islam. Tugasnya
merawat para tentara yang terluka di medan perang. Pengabdiannya di bidang
rawat-merawat ini sangat teruji. Dan dengan sepenuh hati dia mengabdikan
dirinya untuk melayani para pejuang Islam. Dialah yang membalut luka Sa’ad bin
Abi Waqqash ketika dibawa ke kemahnya sewaktu Perang Khandaq.
Lalu, ada Rumaisha binti Milhan, seorang
sahabat wanita yang terpandang. Dia adalah ibu Anas bin Malik yang aktif ikut
dalam beberapa pertempuran bersama Rasulullah. Pada waktu Perang Uhud, Rumaisha
bertugas sebagai penyuplai minuman para pejuang dan mengobati yang cedera. Pada
waktu Perang Hunain dia bersama Aisyah bertugas mengambil air dan membawanya
dengan kantong-kantong kulit untuk diberikan kepada kaum muslimin di saat
perang sedang berkecamuk, setelah itu mereka kembali lagi mengambil air dan
membawanya ke barisan kaum muslimin.
Kemudian wanita yang satu ini. Namanya, Syifa binti Abdullah al-Adawiah al-Quraisyiah. Pada zaman
jahiliyah sudah pandai baca-tulis dan setelah Islam dia mengajari Hafsah (salah
satu istri Rasulullah) membaca dan menulis. Demi meningkatkan mutu pendidikan
dan pengajaran yang dilakukannya, Rasulullah memberikannya sebuah rumah di
Madinah. Ia termasuk guru wanita pertama di masa perjuangan Islam.
Demikian sekilas gambaran para “Kartini”
di awal sejarah kehadiran Islam. Masih banyak lagi pejuang-pejuang wanita
Muslimah lainnya. Mereka telah muncul dan hadir jauh sebelum Ibu Kita Kartini.
Dan perjuangan mereka pun tidak hanya berdampak pada skala lokal (wilayah Arab)
saja, tapi merambah dunia internasional. Tujuannya pun, tidak hanya untuk
kehidupan dunia semata, tapi akhirat. Sebab, misi utama mereka adalah jihad fi sabilillah. Mereka hanya berharap surga dan bertemu Tuhannya,
tidak berharap gelar kepahlawanan. Merekalah yang sepatutnya kita teladani.
Subscribe to:
Posts (Atom)